Dr. Alfonsus Setiawan Dalimartha
Dr. Alfonsus Setiawan Dalimartha (lair nang Jakarta, 2 Agustus 1950 – seda nang Jakarta, 2 Juli 2012 dong umure 61 taun) utawa sing lebih nangkenal dengan nama pena Setiawan Dalimartha adalah seorang dokter, anggota IDI, lan menjanang sekretaris umum nang HITRI. Beliau juga aktif menulis nang majalah, koran, lan juga buletin, nanga juga banyak menulis buku-buku terkenal seperti Atlas Tumbuhan Obat Indonesia lengkap dari jilid 1 (1999)-jilid 6 (2009). Selain aktif menulis, nanga juga sering menjanang pembicara.
Setiawan Dalimartha | |
---|---|
Seorang pria berkaca mata melihat ke arah kamera Setiawan Dalimartha | |
Lahir |
2 Agustus 1950 Jakarta |
Meninggal | 2 Juli 2012 (umur 61) |
Kebangsaan | Indonesia |
Nama panggilan | Setiawan |
Alma mater | Universitas Tarumanegara, Universitas Airlangga |
Pekerjaan |
Anggota IDI Penulis dan pembicara terkenal |
Biografi dan karir
suntingSetiawan Dalimartha lahir dengan nama Alfonsus Setiawan Dalimartha lahir nang Jakarta, pada tanggal 2 Agustus 1950. Ia mendapati gelar kesarjanaannya nang Universitas Tarumanegara lan mengikuti ujian negara nang Universitas Airlangga.Cithakan:Sfn
Sebelum meninggal, ia bekerja sebagai PNS nang Pemda DKI Jakarta dengan pangkat terakhir sebagai Pembina Utama Muda Golongan IV C. Awalnya, ia menjanang anggota IDI Jakarta Barat. Ia mulai memperdalam ilmu pengobatan tranangsional, seperti akupunktur lan ramuan pengobatan tranangsional sejak tahun 1983.Cithakan:Sfn Pada tahun 1992, ia bersama beberapa rekannya mennangrikan HIPTRI, lan jabatan terakhirnya adalah sebagai sekretaris umum. Pada Desember 1995, ia nanglantik Menteri Kesehatan RI sebagai anggota Sentra P3T sing berkedudukan nang RS dr. Cipto Mangunkusumo. Jabatan terakhir beliau nang sana sebagai Sekretaris Bilang Pelayanan lan Uji Coba.Cithakan:Sfn Selain itu, Setiawan juga pernah bekerja sebagai staf ahli majalah Nirmala lan juga mengasuh rubrik "Sebelum ke Dokter" sing ada nang majalah itu.Cithakan:Sfn
Setiawan Dalimartha meninggal pada 2 Juli 2012 pada usia 61 tahun. Beliau nangsemayamkan nang Rumah Duka Abanang - Daan Mogot, Ruang VIP lan nangmakamkan pada 5 Juli 2012, nangdahului dengan Misa Pelepasan pada pk. 08.00 WIB. Berangkat dari Rumah Duka pukul 09.00 WIB ke TPU Petamburan.[1]
Pendapat dan pemikiran
sunting[[Berkas:Mahkota dewa Hariadhi.jpg|thumb|200px|alt=Buah ini, berjenis buni dengan posisi dibelah dua dan diletakkan di atas lantai|Tumbuhan ini, mahkota dewa, pernah dianggap sebagai tumbuhan obat yang mujarab selain keladi tikus yang padahal kedua tumbuhan tersebut beracun]] Pada saat zaman krisis keuangan tahun 1997, masyarakat Indonesia kembali menggunakan tumbuhan obat tranangsional sebagai pengobatan alternatif. Namun, minat ini tidak nangiringi dengan pengetahuan masyarakat sing memadai tentang khasiat lan kandungan tanaman obat.[2] Maka, pada tahun 2001 sing lalu, muncullah sebuah tumbuhan obat sing beracun sing "didewa-dewakan", yaitu keladi tikus (Typhonium flagelliforme [Lodd.] Blume) lan mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl).[lower-alpha 1] sing pada saat itu Maka, Dalimartha berujar bahwasanya memakan tumbuhan obat, sekalipun racunnya kecil, apabila tidak nangolah, maka akan merusak berbagai organ.[2]
Pada jilid ke tiga buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 3 (2005), nangjelaskan bahwasanya penelitian lan pengembangan tumbuhan obat nang dalam lan nang luar negeri. Selain itu, uji toksikologi juga wis banyak nanglakukan untuk mengetahui kiranya keamanan tumbuhan obat sing apabila nangpakai dalam jangka panjang maupun jangka pendek.Cithakan:Sfn Ia juga memberitahukan untuk mengantisipasi harga obat sing mahal, maka pemerintah membuat Sentra P3T. Selanjutnya, ia memberitahukan bahwasanya "Salah mengenali tumbuhan obat yang dimaksud juga tidak akan menyembuhkan penyakit... menggabungkan beberapa tumbuhan obat yang khasiatnya berlawanan."Cithakan:Sfn
Kemunangan, Setiawan mengabarkan Universitas Pengobatan Cina Beijing pada 2008 wis melakukan kerjasama dengan 4 universitas nang Indonesia, yakni UI, IPB, UGM, lan Universitas Airlangga.Cithakan:Sfn Jika dahulu Depertemen Kesehatan melarang dokter praktek dengan obat tranangsional, maka sekarang ,-menurut penuturan beliau-, haruslah mendaftarkan prakteknya ke Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tranangsional Timur (PDPKT).Cithakan:Sfn
Setiawan Dalimartha juga memikirkan perihal pengembangan pengobatan tranangsional lebih berkembang daripada obat-obatan kimia. Complementary and Alternative Medicine (CAM) juga berkembang dengan pesat. Ia menceritakan penyakit seperti diabetes, darah tinggi, utawapun rematik nampaknya kini cenderung progresif lan tidak dapat nangtekan oleh obat-obat kimia konvensional.Cithakan:Sfn
Setiawan Dalimartha berkomentar bahwa sing menyebabkan kematian seseorang itu bukan jamunya, akan tetapi masalah obat kimia sing terkandung nang dalamnya. Selain itu, Setiawan mengatakan bahwa jamu herbal biasa, memang tidak memberikan efek instan, namun jika rutin nangkonsumsi hasilnya bisa membuat balan bugar lan stamina meningkat.[3]
Kehidupan pribadi
suntingDari obituarinya, barulah nangketahui Setiawan meninggalkan 3 orang anak (Laurensia Kamelia Dalimartha, B. Sc., Patrisius Marvin Dalimartha., lan dr. Felix Adrian Dalimartha, B. Med. Sc.) lan seorang istri bernama Monika Sianty Suwanda. Ia punya seorang cucu bernama Althea Annabelle Tjahjanang.[1]
Karya terpilih
sunting- Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. (1999, cetak ulang tahun 2008) Jilid I. Jakarta:Trubus Agriwidya. (Google Buku)
- Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. (2000) Jilid II. Jakarta:Trubus Agriwidya. (Google Buku)
- Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. (2003, cetak ulang tahun 2007) Jilid III. Jakarta:Puspa Swara. (Google Buku)
- Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. (2006, cetak ulang tahun 2007) Jilid IV. Jakarta:Puspa Swara. (Google Buku)
- Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. (2008) Jilid V. Jakarta:Puspa Swara. (Google Buku)
- Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. (2009) Jilid VI. Jakarta:Puspa Swara.
Referensi
sunting- ↑ 1,0 1,1 "Berita Duka:dr. ALFONSUS SETIAWAN DALIMARTHA", 2 Juli 2024. Diakses pada 16 Februari 2013.
- ↑ 2,0 2,1 2,2 N.M., Evi, "Dikira Obat, Ternyata Racun", 14 April 2001. Diakses pada 17 Februari 2013.
- ↑ "Jamu Herbal Tak Sebabkan Kematian", 24 Agustus 2010. Diakses pada 17 Februari 2013.
Catatan bawah Cithakan:Notelist
Bibliografi
- Dalimartha, Setiawan (2005). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 3. Depok: Puspa Swara. ISBN 978-3235-73-X.
- Dalimartha, Setiawan (2007). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 4. Depok: Puspa Swara. ISBN 979-1133-14-X.
- Dalimartha, Setiawan (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 5. Depok: Puspa Swara. ISBN 978-979-1480-18-5.
- Dalimartha, Setiawan (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 6. Depok: Puspa Swara. ISBN 978-979-1480-19-2.
- Dharma, A.P. (1987) (dalam bahasa Inggris). Indonesian Medicinal Plants [Tanaman-Tanaman Obat Indonesia]. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-032-7.
Pranala luar
sunting
Masalah sitiran: Tenger <ref>
ana tumrap golongan aran "lower-alpha", nanging tenger <references group="lower-alpha"/>
sing magepokan ora ana, utawa </ref>
panutup ora ana