Agama Buddha asal dari negara India, lebih tepatnya lagi nang wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lairnya Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua sing masih dianut nang dunia. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas nang beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama sing dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.

Bagian dari serial
Agama Buddha

Sejarah
Sejarah agama Buddha
Dewan-dewan Buddhis

Konsep ajaran agama Buddha
Empat Kesunyataan Mulia
Delapan Jalan Utama
Pancasila · Tuhan
Nirvana · Tri Ratna

Ajaran inti
Tiga Corak Umum
Samsara · Kelahiran kembali · Sunyata
Paticcasamuppada · Karma

Tokoh penting
Siddharta Gautama
Siswa utama · Keluarga

Tingkat-tingkat Pencerahan
Buddha · Bodhisattva
Empat Tingkat Pencerahan
Meditasi

Wilayah agama Buddha
Asia Tenggara · Asia Timur
Tibet · India dan Asia Tengah
Indonesia · Barat

Sekte-sekte agama Buddha
Theravada · Mahayana
Vajrayana · Sekte Awal

Kitab Suci
Sutta · Vinaya · Abdhidahamma

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Konsep Ketuhanan

sunting

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan sing kekal.

Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu sing Tidak Dilairkan, sing Tidak Menjelma, sing Tidak Tercipta, sing Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada sing Tidak Dilairkan, sing Tidak Menjelma, sing Tidak Diciptakan, sing Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelairan, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab sing lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada sing Tidak Dilairkan, sing Tidak Menjelma, sing Tidak Tercipta, sing Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelairan, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab sing lalu.

Ungkapan nang atas adalah pernyataan dari Buddha sing terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, sing merupakan konsep Ketuhanan sing Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan sing Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang sing artinya "Suatu sing Tidak Dilairkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan sing Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan sing Maha Esa adalah suatu sing tanpa aku (anatta), sing tidak dapat dipersonifikasikan dan sing tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya sing Mutlak, sing tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia sing berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Dengan membaca konsep Ketuhanan sing Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan sing diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan nang sini, sebab masih banyak umat Buddha sing mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha sing menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.

Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti sing terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan sing berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain sing tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha sing berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia nang alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.

Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lair. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi sing dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk sing perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Moral Buddha

sunting

Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan sing diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

  • Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
  • Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

yang artinya:

  • aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang sing tidak diberikan.
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
  • aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman sing dapat menyebabkan lemahnya kesadaran

Selain nilai-nilai moral nang atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu sing berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:

”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah sing kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan sing baik maupun buruk/jahat, sing dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), sing baik (kusala) maupun sing jahat (akusala).

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam sing berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil sing ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Aliran Buddha

sunting

Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:

  1. Buddha Theravada
  2. Buddha Mahayana: Zen
  3. Buddha Vajrayana

Buddha Mahayana

sunting
 
Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong

Sutra Teratai merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im sing bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda sing ada nang Tiongkok sebagai seorang dewi.

Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup sing masih menderita nang bumi.

Mereka mempercayai mereka akan lair semula nang Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha sing paling disukai oleh orang Tionghoa.

Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci sing memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah sing akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.

Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana sing dicapainya nang bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilairkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk sing tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha sing lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha sing akan datang, Buddha Maitreya .

Buddha Theravada

sunting

Aliran Theravada adalah aliran sing memiliki sekolah Buddha tertua sing tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula nang Singapura dan Australia.

Gramatika

sunting

Theravada berasal dari bahasa Pali sing terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.

Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting sing berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal sing terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada sing berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason)

Sejarah

sunting

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).

Diadakan pada taun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu sing semuanya Arahat. Sidang diadakan nang Goa Satapani nang kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha sing diajarkan kepada orang sing berlainan, nang tempat sing berlainan dan dalam waktu sing berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Sidang Agung Sangha ke-2, pada taun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. nang satu sisi kelompok sing ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, nang sisi lain kelompok sing mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok sing ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika sing merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan sing mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.

Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu sing berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini nang tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada sing hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma nang sana. nang sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.

Kitab Suci

sunting

Kitab Suci sing dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tipitaka sing dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha sing paling tua, sing diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, sing terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

Ajaran

sunting

Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, meliputi:

  • Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia sing merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelairan, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan sing tidak dikasihi, dan tidak mencapai sing diinginkan.

  • Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),

Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: sing menyebabkan orang dilairkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.

  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),

Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.

  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan sing Menuju Terhentinya Dukkha).

Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara sing harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok pembahasan sing selanjutnya.

Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika nang dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma nang dunia. Semua hal sing terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari sing dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti sing sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan sing dialami manusia, dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan sing kekal nang dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada nang luar diri manusia. Sumber itu tidak mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu sing tetap berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah sing disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan sing bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan sing sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan sing menjadi fokus pratitya samutpada.

Ajaran tentang Delapan Jalan Kelepasan

Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui 8 jalan kebenaran sing dibagi menjadi 3 tahap bagian, yaitu:

Sradha / iman

1.Percaya sing benar (Samma ditthi). Sraddha atau iman sing terdiri dari “percaya sing benar” ini memberikan pendahuluan sing terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru sing berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai sing membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan sing dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral sing tinggi

2.Maksud sing benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya sing benar” yakin bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan sing benar

3.Kata-kata sing benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata sing kasar, serta melakukan percakapan sing tidak senonoh.

4.Perbuatan sing benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang tak boleh mencari keuntungan sendiri.

5.Hidup sing benar (Sama ajiva), maksudnya secara lair dan batin orang harus murni atu bebas dari penipuan diri

6.Usaha sing benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar jangan sampai terjadi tabiat-tabiat sing jahat.

7.Ingatan sing benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi sing merusak kesehatan moral Semadi

8.Semadi sing benar (Samma samadhi) Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran sing dibahas tadi dengan 4 bhawana,yaitu: metta (persahabatan sing universal), karuna (belas kasih sing universal), mudita (kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja sing menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut barulah masuk kedalam semadi sing sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lair dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi orang sing tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.

Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) sing ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).

Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha sejarah sing hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.

Dalam Theravada terdapat 2 jalan sing dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

Hari Raya

sunting

Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya sing dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha sing dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap taunnya.

Penganut Buddha merayakan Hari Waisak sing merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelairan Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima nang India, Vesak nang Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha nang Thailand, dan Vesak nang Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", sing pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta

Kathina

sunting

Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

Asadha

sunting

Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) nang Taman Rusa Isipatana, pada taun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri nang hutan Uruvela merupakan orang-orang sing paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) sing pertama (taun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).

Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran sing bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma sing patut dihormati.

Khotbah pertama sing disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, sing berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) sing menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Magha Puja

sunting

Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha nang hadapan 1.250 Arahat sing kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), sing kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan sing lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat nang Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

Deleng uga

sunting

Pranala jaba

sunting