Daerah Istimewa Yogyakarta

(Dialihna sekang Yogyakarta)


Daerah Istimewa Yogyakarta (atawa Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta lan seringkali disingkat DIY) kuwe salah siji propinsi nang Indonesia sing manggone nang bagian kidul Pulau Jawa lan berbatasan karo propinsi Jawa Tengah nang sisi lor. Secara geografis Yogyakarta terletak nang pulau Jawa bagian Tengah. Daerah kuwe rkena bencana gempa tanggal 27 Mei 2006 sing ngakibatna 1,2 juta wong dadi kelangan umah.

Daerah Istimewa Yogyakarta
—  Propinsi  —
Bendera Daerah Istimewa Yogyakarta
Bendera
Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta
Lambang
Motto: "Amemayu Hayuning Bawana"
(Basa Jawa: Mengalir dalam hembusan alam)
Peta lokasi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peta lokasi Daerah Istimewa Yogyakarta
Negara  Indonesia
Hari jadi 4 Maret 1950
Dasar hukum U.U.No 3/1950
Ibu kota Yogyakarta
Koordinat 8º 30' - 7º 20' LS
109º 40' - 111º 0' BT
Luas
 • Total 3.185,80 km2 (1,230,04 sq mi)
Populasi (2010)[1]
 • Total 3.452.390
Demografi
 - Suku bangsa Jawa (97%), Sunda (1%) [2]
 - Agama Islam (91,4%), Katolik (5,4%), Protestan (2,9%), Lain-lain (0,3%)
Zona waktu WIB
Kabupaten 4
Kota 1
Kecamatan 78
Desa/kelurahan 440
Situs web http://www.pemda-diy.go.id

Propinsi DI. Yogyakarta nduwe lembaga pengawasan pelayanan umum sing jenenge Ombudsman Daerah Yogyakarta sing dibentuk nganggo Keputusan Gubernur DIY. Sri Sultan HB X taun 2004.

Sejarah

sunting
 
Yogyakarta sebelum taun 1945 dengan enklave-enklave Surakarta lan Mangkunagaran

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah propinsi sing berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat lan Kadipaten Pakualaman. Selain iku ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat lan Praja Mangkunagaran sing sebelumnya merupakan enklave nang Yogyakarta.

pemerentahan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya sekang taun 1945, bahkan sebelum itu. Beberapa minggu setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, atas desakan rakyat lan setelah melihat kondisi sing ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan sing dikenal dengan Amanat 5 September 1945  . Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi sing serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII pada hari sing sama. Dekrit integrasi dengan Republik Indonesia semacam iku sebenarnya juga dikeluarkan oleh berbagai monarki nang Nusantara, walau tidak sedikit monarki sing menunggu ditegakkannya pemerentahan Hindia Belanda setelah kekalahan Jepang.

Pada saat iku kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat meliputi:

  1. Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,
  2. Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,
  3. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,
  4. Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,
  5. Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.

Sedangkan kekuasaan Kadipaten Pakualaman meliputi:

  1. Kabupaten Kota Pakualaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,
  2. Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh lan wakil ketua S. Joyodiningrat lan Ki Bagus Hadikusumo, maka sehari sesudahnya, semufakat dengan Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta, Hamengkubuwono IX lan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945  ) sing isinya menyerahkan kekuasaan Legeslatif pada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Mulai saat iku pula kedua penguasa kerajaan nang Jawa bagian selatan mengeluarkan dekrit bersama lan memulai persatuan dua kerajaan.

Semenjak saat iku dekrit kerajaan tidak hanya ditandatangani kedua penguasa monarki melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta sebagai simbol persetujuan rakyat. Perkembangan monarki persatuan mengalami pasang lan surut. Pada 18 Mei 1946, secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta mulai digunakan dalam urusan pemerentahan menegaskan persatuan dua daerah kerajaan untuk menjadi sebuah daerah istimewa sekang Negara Indonesia. Penggunaan nama tersebut ada nang dalam Maklumat No 18 tentang Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat nang Daerah Istimewa Yogyakarta (lihat Maklumat Yogyakarta Nomor 18 taun 1946  ). pemerentahan monarki persatuan tetap berlangsung sampai dikeluarkannya UU No 3 taun 1950 tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sing mengukuhkan daerah Kesultanan Yogyakarta lan daerah Paku Alaman adalah bagian integral Negara Indonesia.

"(1) Daerah sing meliputi daerah Kesultanan Yogyakarta lan daerah Paku Alaman ditetapkan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan propinsi."(Pasal 1 UU No 3 taun 1950)[3][4]

Etimologi

sunting

Wilayah sing kemudian menjadi keraton lan ibukota Yogyakarta telah lama dikenal sebelum Sultan Hamengkubuwono I memilih tempat iku sebagai pusat pemerentahannya. Wilayah iku dikenal dalam karya sejarah tradisional (Babad) maupun dalam leluri sekang mulut ke mulut. Babad Giyanti mengisahkan bahwa Sunan Amengkurat telah mendirikan dalem sing bernama Gerjiwati nang wilayah itu. Kemudian oleh Paku Buwana II dinamakan Ayogya.[5] Secara etimologis Ngayogyakarto Hadiningrat berasal sekang kata Ayu – Gya – Karto atau Ayodya – Karto – Ning – Rat. Harimurti Subanar, UGM, mendiskripsikan : Nga = Menuju; Yogya = Sebaik – baiknya; Karta = Bekerja/Makarya; Hadi = Agung, Luhur; Ning = Bening, Jernih, Suci; Rat = Jagat, Bawono; Jagad kecil adalah manusia lan jagad besar adalah semesta alam. Secara filosofis makna Ngayogyakarto adalah hakekat, gegayuhan atau tujuan hidup untuk menciptakan kebahagiaan dunia akherat & negeri sing Baladil Amin (Adil & Amanah).

Wilayah kerajaan ini didirikan nang Pesanggarahan Garjitowati, Tlatah Pacetokan, Alas Bering, sing berada diantara dua sungai, yaitu : Sungai Winongo lan Sungai Code. Komplek Kraton terletak ditengah – tengah lan berada pada as-kosmis, sekang utara terdapat garis lurus dengan Tugu lan Gunung Merapi lan sekang Selatan simetris dengan Panggung Krapyak lan laut selatan.

Luas Kraton Yogyakarta 14.000 meter persagi, sing didalamnya terdapat 22 macam bentuk bangunan lan fungsinya sing dilandasi nilai – nilai filosofis, Kraton dibangun pada taun 1756 dengan condrosengkolo memet : “Dwi Naga Rasa Tunggal”.

Kraton memiliki Plengkung atau Gerbang utama sing masing masing memiliki nama – nama tersendiri, memiliki benteng tinggi mengelilingi Kraton lan empat beteng pengintai disetiap sudutnya. Jumlah jalan keluar masuk ada 9 jalan, lan 5 jalan sing bertemu dialun – alun, Corak pembentukan kota Yogyakarta pada hakekatnya merupakan implementasi sekang konsep P. Mangkubumi 1755, sing berdasarkan pada bentuk tata tubuh manusia dimana Yogyakarta terbagi dua wilayah, bagian selatan merupakan simbul rohani lan bagian utara merupakan simbol duniawi.

Bangunan Kraton Yogyakarta sebelah Utara terdiri sekang : Kedhaton / Prabayekso, Bangsal Kencana, Regol Danapratapa / Pintu Gerbang, Bangsal Sri Manganti, Regol Sri Manganti, Bangsal Ponconiti, Regol Brajanala, Siti Hinggil, Tarub Agung, Pagelaran (tiangnya 64), Alun – alun utara (jumlah pohon 62, angka 62 + 64 menggambarkan usia rasulullah taun Masehi lan taun Jawa), Pasar Beringharjo, Tugu. Sebelah Selatan : Regol Kemagangan, Bangsal Kemagangan, Regol Gadung Mlati, Bangsal Kemandungan, Regol Kemandungan, Sasana Hinggil, Alun – alun Selatan, Krapyak.

pemerintahan

sunting

Pada awal pembentukannya, Daerah Istimewa Yogyakarta menganut sistem pemerentahan seperti sing dipraktekkan oleh Brunei, yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai gubernur, Sri Paduka Paku Alam VIII sebagai wakil gubernur, sing menjalankan pemerentahan sehari-hari secara langsung, sekaligus sebagai kepala monarki Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat lan Kadipaten Pakualaman. Dalam prakteknya, dikarenakan seringnya Sultan ditunjuk sebagai menteri oleh pemerentah pusat, pemerentahan sehari-hari dijalankan oleh Sri Paduka Paku Alam VIII.

Daerah Istimewa Yogyakarta juga menganut prinsip trias politika, yaitu distribusi kekuasaan antara legislatif - sing direpresentasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah propinsi Daerah Istimewa Yogykarta, eksekutif oleh Sultan, Paku Alam lan para kepala dinas, lan yudikatif oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dengan dasar hukum UUD 1945, UU 3/1950 lan -yang sekarang sedang dibahas oleh DPR RI- RUU Keistimewaan DIY, menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi 'istimewa', nang mana demokrasi dapat berjalan beriringan dengan kekuatan kultural - terutama karena kharisma dwitunggal Sri Sultan - Sri Paduka Paku Alam sing masih sangat tinggi nang masyarakat.

Sejalan dengan perubahan undang-undang, ditambah dengan reformasi, maka terjadi masalah pada pengisian jabatan gubernur, karena sejak 1965, Daerah Istimewa Yogyakarta dijadikan propinsi sebagaimana propinsi-propinsi lain nang Indonesia, sehingga mengikuti seluruh UU pemerentahan Daerah sing dikeluarkan oleh DPR sama seperti daerah sing lain. Masyarakat menginginkan agar corak pemerentahan Daerah Istimewa Yogyakarta tetap seperti saat ini, nang sisi sing lain pemerentah RI menginginkan agar disamakan dengan propinsi lain, dengan alasan mengefektifkan demokrasi.

Dasar filosofi pembangunan daerah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah sing perlu dilestarikan lan dikembangkan. Dasar filosofi sing lain adalah Hamangku-Hamengku-Hamengkoni, Tahta Untuk Rakyat, lan Tahta untuk Kesejahteraan Sosial-kultural. Konsep falsafah sebagai tonggak berdirinya Mataram Islam, sejak Demak – Jipang – Pajang hingga Panembahan Senopati – Prabu Hanyakrawati - Sultan Agung – Amangkurat - Paku Buwono – Hamengku Buwono – Paku Alam – Mangkunegara mengacu prinsip tauhid “wihdatil wujud – wushul wujud” sing dikemas dalam bahasa simbol: “Sangkan Paraning Dumadi Manunggaling Kawula lan Gusti”.

Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan al-Awwal sing bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Abdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah I mendirikan peradaban baru sing diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat, menurut Hari Subanar sekang FIB-UGM, nama ini ditinjau sekang segi etimologi berasal sekang kata Ng-ayu-gya-karta-hadi-ning-rat, sing berarti sebuah ajakan untuk bersegera dalam membangun peradaban baru demi terciptanya kebahagiaan dunia & akhirat. Menurut kitab Quraisyin Adammakna dalam Serat Yugawara, Sekar Sinom sing ditulis kembali oleh Ir. H. Wibatsu (alm.), menjelaskan bahwa kata Ayogya sinonim dengan negeri Prabu Ramawijaya ing Ayudya sing artinya memayu karahayon kerta sedyaning rahayu merdikaning sabumi, Gya berarti atas ridha Allah, Karta berarti harjaning sarira tataning trapsila ing krami, Hadiningrat berarti mengkoni dina den santosaning laku, ning tyas mleng sajuga, ngrat sajagadnya pribadi, mardikengrat tetep langgeng salaminya.

Sangat jelas sekali bahwa makna dibalik gelar sing disandang seorang Sultan sebagai pemimpin compatible/identik dengan makna dibalik nama Negara Ngayogyakarto Hadiningrat sing dipimpinnya. Gelar Sultan “baladil amin” lan Nama Negeri berdasarkan Qur'an “rahmatan lil alamin” merupakan satu kesatuan sing utuh “golong-gilig” dalam mengantarkan rakyatnya menuju kesejahteraan lahir batin - dunia akhirat, hal ini sejalan dengan prinsip/hadits Rasulullah dalam menegakkan Negara Madani atau prinsip civil society sing megedepankan solidaritas sosial, pluralisme, keadilan dalam mengemban amanat rakyat atas ridha Allah.

Secara historis, peran perjuangan sejak Sultan Agung Hanyakrakusumo, Sultan HB I, Pangeran Diponegoro, hingga Sultan HB IX tidak diragukan lagi dalam melawan segala macam bentuk penjajahan fisik imperialisme maupun neo-imperialisme, sehingga Soekarno pada tanggal 19 Desember 1949 melalui pesan perjuangannya menggoreskan tinta emas diatas kertas putih sing berbunyi: Yogyakarta terkenal oleh karena perjuangannya, maka hidupkanlah terus jiwa perjuangan itu.!

propinsi

sunting

pemerentah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 3 taun 1950   (Berita Negara taun 1950 Nomor 3) lan UU Nomor 19 taun 1950   (Berita Negara taun 1950 Nomor 48) sing diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP Nomor 31 taun 1950   (Berita Negara taun 1950 Nomor 58).

UU Nomor 3 taun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai isi sing sangat singkat dengan 7 pasal lan sebuah lampiran daftar kewenangan otonomi. UU tersebut hanya mengatur wilayah lan ibu kota, jumlah anggota DPRD, macam kewenangan pemerentah Daerah Istimewa, serta aturan-aturan sing sifatnya adalah peralihan.

UU Nomor 19 taun 1950 sendiri adalah revisi sekang UU Nomor 3 taun 1950 sing berisi penambahan kewenangan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Status Yogyakarta pada saat pembentukan adalah Daerah Istimewa setingkat propinsi. Baru pada 1965 Yogyakarta dijadikan propinsi seperti propinsi lain nang Indonesia.

Substansi keistimewaan, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah : Pertama, istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan pemerentahan DIY terkait dengan perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia sesuai UUD 1945, Pasal 18 & Penjelasannya sing menjamin hak asal-usul suatu daerah sebagai daerah swa-praja (zelfbestuurende landschaappen). Kedua, istimewa dalam hal Bentuk pemerentahan DIY sebagai daerah setingkat propinsi sing terdiri sekang penggabungan wilayah “state” Kasultanan Nagari Ngayogyakarta dengan Praja Kadipaten Pakualaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai UU No. 3/1950. Ketiga, istimewa dalam hal Kepala pemerentahan DIY sing dijabat oleh Sultan & Adipati sing bertahta sesuai Piagam Kedudukan, 19 Agustus 1945, Maklumat HB IX & Paku Alam VIII tanggal 5 september 1945 maupun tanggal 30 Oktober 1945. Kedudukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana diatur oleh UU No.3, taun 1950 sebagai lex spesialis tidak pernah diatur secara jelas,rinci,rigid dalam UU No. 5, taun 1974; UU No.22, taun 1999; UU No.32, ahun 2004 sebagai lex generalis sehingga menimbulkan implikasi yuridis setiap ada perubahan undang - undang sing mengatur tentang pemerentahan daerah maupun kepala daerahnya.

Kabupaten/Kota

sunting

Pembentukan

sunting

Pembagian Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten -kabupaten lan kota sing berotonomi lan diatur dengan UU Nomor 15 taun 1950   (Berita Negara taun 1950 Nomor 44) lan UU Nomor 16 taun 1950   (Berita Negara taun 1950 Nomor 45). Kedua undang-undang tersebut diberlakukan dengan PP Nomor 32 taun 1950   ( Berita Negara taun 1950 Nomor 59) sing mengatur Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten-kabupaten:

  1. Bantul beribukota nang Bantul
  2. Sleman beribukota nang Beran
  3. Gunungkidul beribukota nang Wonosari
  4. Kulon Progo beribukota nang Sentolo
  5. Adikarto beribukota nang Wates
  6. Kota Besar Yogyakarta
 
Sebelum (1945)

Dengan alasan efisiensi, pada taun 1951, kabupaten Adikarto sing beribukota nang Wates digabung dengan kabupaten Kulon Progo sing beribukota nang Sentolo menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates. Penggabungan kedua daerah ini berdasarkan UU Nomor 18 taun 1951   (Lembaran Negara taun 1951 Nomor 101). Semua UU mengenai pembentukan DIY lan Kabupaten lan Kota nang dalam lingkungannya, dibentuk berdasarkan UU Pokok tentang pemerentah Daerah (UU No 22 taun 1948).

Selanjutnya, demi kelancaran tata pemerentahan, sesuai dengan mosi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6/1952 tertanggal 24 September 1952, daerah-daerah enclave Imogiri (milik Kasunanan), Kota Gede (juga milik Kasunanan), lan Ngawen (milik Mangkunagaran) dilepaskan sekang propinsi Jawa Tengah lan kabupaten-kabupaten sing bersangkutan kemudian dimasukkan ke dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta lan kabupaten-kabupaten sing wilayahnya melingkari daerah-daerah enclave tersebut.

 
Sesudah (2007)

Penyatuan enclave-enclave ini berdasarkan UU Darurat Nomor 5 taun 1957   (Lembaran Negara taun 1957 Nomor 5) sing kemudian disetujui oleh DPR menjadi UU Nomor 14 taun 1958   (Lembaran Negara taun 1958 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1562).

Daftar Kabupaten/Kota

sunting
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Bantul Bantul
2 Kabupaten Gunung Kidul Wonosari
3 Kabupaten Kulon Progo Wates
4 Kabupaten Sleman Sleman
5 Kota Yogyakarta -


Daftar gubernur

sunting
No. Foto Jeneng Sekang Nganti Keterangan
1.   ISKS Hamengkubuwono IX 17 Agustus 1945 1 Oktober 1988 Masa jabatan seumur urip,
pegawai negara dengan NIP 010000001.
2.   KGPAA Paku Alam VIII 1 Oktober 1988 3 Oktober 1998 Wakil Gubernur,
melaksanakan tugas Gubernur dalam jabatan Penjabat Gubernur,
Masa jabatan seumur hidup,
pegawai negara dengan NIP 010064150.
3.   ISKS Hamengkubuwono X 3 Oktober 1998 2003 Masa jabatan pertama.
4.   ISKS Hamengkubuwono X 2003 2008 Masa jabatan keloro.
5.   ISKS Hamengkubuwono X 2008 2011 Perpanjangan masa jabatan keloro.

Perwakilan

sunting

Daerah Istimewa Yogyakarta ngirimna sanga wakile maring DPR RI lan papa wakil maring DPD.

DPRD nang Yogyakarta hasil Pemilihan Umum Legislatif 2009 tersusun sekang sepuluh partai, sing perinciane:[6]

Partai Kursi %
PDI-P 11 -
Partai Demokrat 10 -
PAN 8 -
Partai Golkar 7 -
PKS 7 -
PKB 5 -
Partai Gerindra 3 -
PPP 2 -
Partai Hanura 1 -
PKPB 1 -
Total 55 100,0

Perekonomian

sunting

Sebagian besar perekonomian nang Yogyakarta disokong oleh hasil cocok tanam, berdagang, kerajinan (kerajinan perak, kerajinan wayang kulit, lan kerajinan anyaman), lan wisata. Namun ada juga sebagian warga sing hidup sekang ekspansi dunia pendidikan seperti rumah kost buat mahasiswa. Merupakan pemandangan sing biasa ketika anda sampai nang Stasiun Yogyakarta atau nang halte khusus tempat perhentian bus-bus pariwisata, anda akan disambut oleh banyak tukang becak. Mereka akan mengantarkan anda ke tempat tujuan mana saja sing layak untuk anda nikmati seperti toko baju, toko bakpia, mal, atau sekadar membeli cinderamata. Anda pun akan heran setelah tukang becak iku mengajak anda berkeliling kota seharian, mereka hanya akan meminta bayaran sing rendah. Mengapa bisa demikian? Ternyata mereka juga sudah mendapat bagian sekang mengantarkan anda ke toko-toko tadi.

Transportasi

sunting
 
Stasiun kereta api Yogyakarta.

Transportasi sing ada nang Yogyakarta terdiri sekang transportasi darat (bus umum, taksi, kereta api, andhong (kereta berkuda), lan becak) lan udara (pesawat terbang) Bandar Udara Adi Sutjipto. Pada awal Maret 2008, pemerentah DIY telah mengoperasikan bis TransJogja sebagai usaha untuk membuat transportasi nang kota ini nyaman, murah lan andal.

Jalan-jalan nang Yogyakarta kini sudah lebih rapi lan bersih dibandingkan taun-taun terdahulu karena komitmen pemerentah daerah Yogyakarta untuk menjadikan Yogyakarta sebagai kota pariwisata (terbukti dengan dibuatnya TV raksasa nang salah satu jalan raya Yogyakarta untuk berpromosi lan papan stasiun kereta api). Walaupun demikian, jalan-jalan nang Yogyakarta juga tergolong sering mengalami kemacetan.

Pendidikan

sunting

Kota Yogyakarta selain dijuluki sebagai Kota Gudeg, juga dijuluki Kota Pelajar. nang kota ini terdapat universitas negeri tertua nang Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM) lan juga berbagai universitas terkenal lainnya seperti Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), UPN "Veteran" Yogyakarta, AMIKOM, STMIK Akakom, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta (STTKD), STIE YKPN, STIE SBI, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD", Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Islam Indonesia (UII) sing merupakan universitas swasta tertua nang Indonesia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY), Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Yogyakarta), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) lan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). lan beberapa program kejuruan sing menawarkan jenjang D3 sepereti POLISENI, POLTEKES, dll. Bisa dikatakan bahwa nang kota ini sebagian besar penduduknya relatif memiliki pendidikan sampai tingkat SMU.[rujukan?]

Yogyakarta International School (YIS) adalah satu satunya sekolah internasional sing ada nang Yogyakarta.

Akademi Angkatan Udara (AAU) adalah sekolah pendidikan TNI Angkatan Udara nang Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta, Indonesia. SMK Penerbangan lan STTA (Sekolah Tinggi Teknologi Adisucipto) berada nang Yogyakarta pula. LPLP Tutuko adalah lembaga pendidikan aviasi lan maintenance penerbangan (mekanik) nang Surakarta (Jl. Merapi, Surakarta) lan Yogyakarta (Jl. Sorosutan, Yogyakarta).

Berbagai pendidikan kesehatan seperti akademi keperawatan lan akademi kebidanan.

Pendidikan kursus lan pelatihan untuk instansi, organisasi, perorangan (privat) lan umum.

Budaya

sunting

Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni lan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Sejak masih kanak-kanak sampai dewasa, masyarakat Yogyakarta akan sangat sering menyaksikan lan bahkan, mengikuti berbagai acara kesenian lan budaya nang kota ini. Bagi masyarakat Yogyakarta, nang mana setiap tahapan kehidupan mempunyai arti tersendiri, tradisi adalah sebuah hal sing penting lan masih dilaksanakan sampai saat ini. Tradisi juga pasti tidak lepas sekang kesenian sing disajikan dalam upacara-upacara tradisi tersebut. Kesenian sing dimiliki masyarakat Yogyakarta sangatlah beragam. lan kesenian-kesenian sing beraneka ragam tersebut terangkai indah dalam sebuah upacara adat. Sehingga bagi masyarakat Yogyakarta, seni lan budaya benar-benar menjadi suatu bagian tak terpisahkan sekang kehidupan mereka. Kesenian khas nang Yogyakarta antara lain adalah kethoprak, jathilan, lan wayang kulit.yogyakarta juga dikenal dengan perak lan gaya sing unik membuat batik kain dicelup. ia juga dikenal karena seni kontemporer hidup. Memberikan nama kepada anak masih merupakan hal penting Nama2 anak jawa. Yogyakarta juga dikenal dengan gamelan musik, termasuk gaya sing unik gamelan yogyakarta

Demokrasi Budaya

sunting

Demokratisasi sing dilematis

sunting

GBPH H. Prabukusumo S.Psi (BRM Harumanto) dalam kapasitasnya sebagai ketua Partai Demokrat DIY membangun argumen bahwa: “Keistimewaan DIY akan lebih istimewa jika Sultan tetap sebagai Gubernur Kepala Daerah”, lebih lanjut dalam menanggapi dikhotomi pemilihan atau penetapan dalam Rancangan Undang - undang Daerah Istimewa Yogyakarta sing masih jadi perdebatan hingga saat ini, Gusti Prabu pernah menjelaskan kepada Dr. John Monfries, Sejarawan & Peneliti “Sultan HB IX, The Prince in Republic”, The Australian National University bahwa “Dalam Penetapan Ada Pemilihan, Dalam Pemilihan ada Penetapan” (Minggu, 24/01/10) Kerangka dasar pemikiran sing dibangun oleh Gusti Prabu bahwa sosok Sultan adalah manusia biasa lan tidak lepas sekang kelemahan sing bersifat manusiawi, oleh karena iku jika tidak mampu lagi menjadi pimpinan eksekutif (sebagai gubernur/kepala daerah), maka untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur dapat dipilih opsi reqruitment terbatas sekang internal kerabat kraton (terdiri sekang adik, saudara, anak, om atau tantenya sultan) untuk mengisi jabatan eksekutif tsb. (KR,25/01/10). Pemikiran diatas merupakan tawaran untuk mengakomodir konflik kepentingan antara demokrasi langsung (prosedur demokrasi) dengan demokrasi permusyawaratan (substansi demokrasi) sekaligus memberikan solusi jika suatu saat Sultan berhalangan tetap sehingga tidak bisa melaksanakan tugas sebagai gubernur/kepala daerah. Selanjutnya problematika sing harus dijawab adalah posisi gubernur sing identik dengan sultan apakah dapat digantikan begitu saja oleh adik, saudara, anak, om atau tantenya sultan tanpa mempertimbangkan aspek historis, yuridis, sosiologis & kultural sing menjadi pilar Keistimewaan DIY selama ini?. Secara turun temurun sesuai adat-istiadat & paugeran Jawi (hukum non formal) Sultan sebagai pimpinan kultural bertanggung jawab penuh untuk menjaga aturan adat, tradisi & budaya, sekaligus mengemban mandat (amanah) sebagaimana gelar sing disandangnya, yaitu Senopati Ing Ngalogo, Abdurachman, Sayidin Panatagama, Kalifatullah. Secara yuridis (hukum formal), Sejak Kemerdekaan RI, secara yuridis Sultan diakui hak-hak politiknya untuk menjadi kepala daerah (penguasa daerah) sekaligus sebagai wakil pemerentah pusat (gubernur) dalam pemerentahan NKRI. Dua setengah abad lebih (kira-kira 263 taun dalam hitungan kalender Jawa), setiap Suksesi Sultan sekang HB I s.d HB X selalu berpijak atas dasar Paugeran Jawi sing secara genekologis pengganti raja adalah anak raja sing laki-laki dengan syarat-syarat kecakapan tertentu sesuai paugeran adat, demikian juga Panji-Panji, Pusaka, Regalia (alat kelengkapan Upacara), Nama, Gelar, Kedudukan, Tahta & Mahkota Kekhalifahan diperuntukkan khusus untuk laki-laki sing berhak menjadi raja. Demikian juga dalam agama Katholik masih menjaga tradisi Patriarkhi, dimana seorang Pastur, Kardinal & Paus juga dijabat oleh laki-laki sebagai pimpinan umat hingga kini .

Pada tanggal 4 januari 2011 Jogjakarta dikukuhkan menjadi Kota Republik nang Pagelaran Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat nang Yogyakarta, sebenarnya gagasan menjadikan Jogjakarta menjadi Kota Republik sudah diajukan pada taun 2008 oleh Mochamad Isnaeni Ramdhan melalui sebuah artikel sing berjudul Yogyakarta Layak Disebut Sebagai Kota Republik sing dimuat dalam 'Suara Pembaruan tanggal 5 September 2008.' Dalam artikel tersebut diterangkan, bahwa sejak 5 September 1945 melalui Deklarasi 5 September, Pemimpin lan masyarakat Yogyakarta telah memilih bergabung dengan Republik Indonesia sing diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Deklarasi tersebut sangat signifikan bagi komunitas Jawa sing menjunjung tinggi sabda ratu, karena melalui deklarasi tersebut hapus kesangsian sebagian masyarakat Jawa untuk mendukung atau menolak Republik Indonesia.

Deklarasi 5 September 1945 pada dasarnya merupakan bentuk peleburan jiwa lan semangat penguasa (jagad gedhe) pada kehendak kaulo alit (jagad kecil) sing menginginkan persatuan antara Kerajaan Mangkunegaran lan Kerajaan Paku Alaman dalam pelukan Republik Indonesia. Deklarasi sing ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX lan KGPAA Paku Alam VIII merupakan bukti sing tidak terbantahkan bahwa Yogyakarta sejak awal bersedia menjadi bagian (baca: daerah istimewa) sekang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Substansi Keistimewaan DIY

sunting

Kedudukan Sultan & Pakualam apabila dikaitkan dengan substansi keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sing dipahami selama ini, adalah : Pertama, istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan pemerentahan DIY terkait dengan perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia sesuai UUD 1945, Pasal 18 & Penjelasannya sing menjamin hak asal-usul suatu daerah sebagai daerah swa-praja (zelfbestuurende landschaappen). Kedua, istimewa dalam hal Bentuk pemerentahan DIY sebagai daerah setingkat propinsi sing terdiri sekang penggabungan wilayah “state” Kasultanan Nagari Ngayogyakarta dengan Praja Kadipaten Pakualaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai UU No. 3/1950. Ketiga, istimewa dalam hal Kepala pemerentahan DIY sing dijabat oleh Sultan & Adipati sing bertahta sesuai Piagam Kedudukan, 19 Agustus 1945, Maklumat HB IX & Paku Alam VIII. Kembali pada gagasan reqruitment terbatas untuk memberikan kesempatan terhadap adik, saudara, anak, om atau tantenya sultan agar dapat menggantikan posisi Sultan sebagai gubernur kepala daerah istimewa, maka akan bertentangan dengan substansi keistimewaan sing menegaskan posisi Sultan sing bertahta adalah Kepala Daerah/Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila teori ini dilakukan, maka akan menimbulkan resistensi politik karena bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi prosedural sebagaimana diatur UU No.32/2004 & status kedudukan DIY sebagaimana diatur UU No.3/1950 serta akan menambah deretan panjang konflik sosial & kultural terkait demokratisasi sing hendak dicapai bersama.

Kembali pada teori, bahwa: “Keistimewaan DIY akan lebih Istimewa jika Sultan tetap sebagai Gubernur Kepala Daerah lan Dalam Penetapan ada Pemilihan, Dalam Pemilihan ada Penetapan” ini lebih realistis dibanding gagasan reqruitment terbatas (terdiri adik, saudara, anak, om atau tantenya Sultan) dapat menjadi Gubernur DIY, mengingat Sultan sebagai Gubernur Kepala Daerah Istimewa merupakan hak politiknya dalam pemerentahan daerah setingkat propinsi, sedangkan Sultan sebagai Raja adalah hak kulturalnya dalam mempertahankan adat, tradisi, budaya & status Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini tidak perlu dipertentangkan lagi, mengingat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945, Amanat 5 September 1945, Amanat 30 Oktober 1945 & UU No.3/1950 adalah kontrak politik sing memberikan ruang lan waktu untuk iku dalam mewujudkan kemerdekaan sekaligus menjamin tidak akan ada Negara dalam Negara (enclave) sing pada waktu iku dampaknya dapat memberikan pengaruh pada raja-raja se-Nusantara untuk bergabung lan mendukung kembali proklamasi kemerdekaan RI sekaligus menepis provokasi Belanda terhadap PBB agar mau menolak lan menggagalkan kemerdekaan NKRI sing dicita-citakan bapak bangsa.

Selanjutnya dalam Pemilihan ada Penetapan, sebaliknya dalam Penetapan ada Pemilihan merupakan gagasan cemerlang sing harus dibaca sesui situasi kondisi sing terjadi saat ini (conditio sine quanon), Pertama, bahwa Sultan Hamengku Buwono X sudah berulang kali mengatakan tidak mau lagi jadi Gubernur, bahkan menolak ditetapkan kembali menjadi Gubernur DIY ketika masa jabatannya habis pada bulan Oktober 2008 lan hanya minta diperpanjang 3 taun sampai Oktober 2011 sebagai alasan pribadi sing sangat politis karena terkait Pemilihan Calon Presiden 2009. Kedua, bahwa masa jabatan gubernur kepala daerah istimewa akan habis pada bulan oktober 2013, sementara ini belum ada jaminan Undang – undang Keistimewaan DIY apakah bisa diterima oleh semua pihak, sementara iku UU No.3/1950 (sebagai lex spesialis) tidak mendapat tempat dalam UU No.32/2004 (sebagai lex generalis) karena dalam UU tsb tidak ada pemisahan ranah sing jelas antara mazhab desentralisasi (otonomi) dengan mazhab dekonsentrasi (tugas pembantuan/wakil pemerentah pusat). Pergeseran paradigma Gubernur Kepala Daerah (mazhab continental) sebagai perpanjangan tangan pemerentah pusat (dekonsentrasi) menjadi Gubernur (mazhab anglo saxon) sebagai pelaksana pemerentah daerah sing otonom (desentralisasi) pada level propinsi sering menjadi kacau/rancu dengan bupati/walikota sing sama – sama dipilih secara demokratis lan punya hak otonom pada level kabupaten/kota, oleh karena iku Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai kontrak politik HB IX-PA VIII dengan Presiden RI (UU No 3/1950) masih konsisten terhadap amanat founding father bahwa Sultan sebagai Gubernur Kepala Daerah (Penguasa Daerah) ditetapkan Presiden lan memiliki hubungan secara langsung dengan pemerentah pusat sesuai asas dekonsentrasi, artinya Sultan & Adipati sing bertahta adalah kepala daerah atas wilayah kekuasaannya (daerah swapraja) sekaligus wakil pemerentah pusat dalam menjalankan pemerentahannya.

Demokrasi Deliberative sebagai alternative

sunting

Sejalan dengan gagasan: “Dalam Penetapan ada Pemilihan, Dalam Pemilihan ada Penetapan”, dapat diasumsikan apabila terjadi kegagalan regenerasi, rotasi & suksesi kepemimpinan dalam kraton Yogyakarta dapat ditempuh melalui berbagai cara : Pertama, jika calon Sultan sing akan datang gagal dipilih secara adat karena proses musyawarah mufakat mengalami kebuntuan dalam internal keluarga, maka penentuan kepemimpinan tsb. dapat ditempuh secara politis, yaitu menentukan Gubernur Kepala Daerah Istimewa terlebih dahulu secara demokratis dengan reqruitment terbatas sekang keluarga Sultan (putra-putra HB IX sekang empat ibu) sing memenuhi syarat & kriteria sebagai Gubernur sekaligus sebagai Sultan. Kedua, jika calon Sultan dapat dipilih secara musyawarah mufakat atau secara adat lan dapat disepakati oleh internal keluarga kasultanan sebagai pimpinan kultural (Sultan), maka konsekwensi logisnya dapat ditetapkan menjadi Gubernur secara demokratis. Ketiga, jika Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dipilih secara demokratis terhadap figur (putra kakung HB IX) sing memenuhi syarat lan kriteria sebagai Gubernur sekaligus sebagai Sultan, maka pimpinan politik (Gubernur) terpilih konsekwensi logisnya segera dinobatkan sebagai Sultan sesuai adat, tradisi & budaya sing berlaku lazim selama ini. Kalau memang benar dugaan saya, bahwa demokrasi deliberative semacam ini sing ditawarkan Gusti Prabu sebagai alternative, maka dapat dipastikan eksistensi kasultanan sebagai lembaga budaya akan semakin terhormat karena mampu melakukan perubahan kepemimpinan secara demokratis dengan cara memindahkan legitimasi kekuasaan atas dasar monarkhi (fox rei) menjadi demokrasi (fox populi) dalam mewujudkan pemerentahan daerah sing bersifat istimewa sesui asas Bhineka Tunggal Ika, Sila ke IV Pancasila, UUD 45 Pasal 18 lan amanat Tahta untuk Rakyat sing diwasiatkan ayahandanya Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada para penerusnya. Demokrasi deliberative sebagaimana kehendak diatas agar memenuhi syarat – syarat lan kriteria, maka perlu dirumuskan dalam peraturan & perundang-undangan sing lebih luwes sebagai penjabaran atau tindak lanjut UU No. 3/1950 & UU No 32/2004 dalam mempertemukan peradaban barat dengan timur (Demokrasi Budaya) secara harmonis, hal ini selaras dengan cita – cita lan amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam Pidato Penobatan pada tanggal 18 Maret 1940, yaitu : “Sepenuhnya saya menyadari bahwa tugas sing ada dipundak saya adalah sulit lan berat, terlebih – lebih karena ini menyangkut mempertemukan jiwa Barat lan Timur agar dapat bekerja sama dalam suasana harmonis, tanpa sing timur harus kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat sing sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah orang Jawa. Maka selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat sing utama dalam Keraton sing kaya akan tradisi ini. Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji semoga saya dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan Nusa lan Bangsa, sebatas pengetahuan lan kemampuan sing ada pada saya”.

Tempat Wisata Menarik

sunting

Objek wisata sing menarik nang Yogyakarta: Malioboro, Kebun Binatang Gembiraloka, Istana Air Taman Sari, Monumen Jogja Kembali, Museum Keraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo, Lereng Merapi, Kaliurang, Pantai Parangtritis, Pantai Baron, Pantai Samas, Goa Selarong, Candi Prambanan, Candi Kalasan, lan Kraton Ratu Boko. Sekitar 40 km sekang barat laut Yogyakarta terdapat Candi Borobudur, sing ditetapkan pada taun 1991 sebagai Warisan Dunia UNESCO. Yogyakarta terkenal dengan makanan sing enak, murah, bergizi sekaligus membuat kangen orang-orang sing pernah singgah atau berdomisili nang kota ini. Ada angkringan dengan menu khas mahasiswa, ada bakmi godhog nang Pojok Beteng, sate kelinci nang Kaliurang plus jadah Mbah Carik, sate karang Kotagedhe, sego abang Njirak Gunung Kidul lan masih banyak tempat wisata kuliner sing lain.

Di wilayah selatan kota Yogyakarta, tepatnya nang daerah Wonokromo, terdapat Sate Klathak.

Hubungan Persaudaraan

sunting

Yogyakarta telah menandatangani perjanjian hubungan persaudaraan kepada kota/negara :

Deleng uga

sunting

Pranala jaba

sunting

Referensi

sunting
  1. Sensus Penduduk 2010
  2. Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 28 Oktober 2003. 
  3. Soedarisman Poerwokoesoemo (1984) Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogykarta: Gadjah Mada Press University
  4. GBPH Joyokusumo: 'Kraton, Otonomi Daerah lan Good Governance nang DIY', SKH KR tgl 23, 24, 26 Februari 2007
  5. Surjomihardjo, Abdurracham. 2008. Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe, Sejarah Sosial 1880-1930. Jakarta: Komunitas Bambu.
  6. 10 Parpol nang DPRD DIY. Kompas Daring. Edisi 18-05-2009.
  7. Kyoto prefecture List of Friendly and Sister City
  8. BILL NUMBER: SCR 23 CHAPTERED
Didahului oleh:
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Kadipaten Paku Alaman
Daerah Istimewa Yogyakarta
1950–1965
Digantikan oleh:
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Didahului oleh:
Daerah Istimewa Yogyakarta
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
1965–sekarang
Digantikan oleh:
Sedang berjalan

Koordinat: 7°52′ LS 110°25′ BT